Kamis, 06 Maret 2014

KEPEMIMPINAN PARTAI DI INDONESIA: RUNNING BY MAN OR BY SYSTEM

Ketika berbicara mengenai kepemimpinan, maka proses terbesar dari seorang pemimpin adalah bagaimana dia menciptakan pemimpin berikutnya. Seorang pemimpin haruslah mampu menciptakan suksesor, bukan menciptakan follower.

Ketika saya mencoba membandingkannya dengan dunia politik yang terjadi di Indonesia, hal ini tentu saja sangat berbeda. Di beberapa partai politik dinamika partai tersebut masih bergantung kepada orang, bukan kepada sistem yang ada.

Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kita harus memberikan penghargaan kepada beberapa partai yang secara sistem kepemimpinan sudah cukup mapan. Partai tersebut adalah:

1. Partai Golkar
2. PPP
3. PKS

Ketiga partai ini dapat berdiri tanpa harus terikat dengan figur siapapun. Kita masih ingat bagaimana setelah kejadian 1998, Golkar sempat dibenci rakyat karena dianggap sebagai konco Suharto. Tapi yang terjadi sampai saat ini adalah, setelah melewati 3 Pemilu (1999, 2004, 2009), Golkar selalu menempati posisi 2 besar; bahkan mereka memenangi PEMILU 2004. Bahkan hal ini akan berlanjut di pemilu 2014, dimana hanya Golkar dan PDI Perjuangan yang mampu bertahan dengan elektabilitas di atas 15%.

Begitu juga dengan PPP. Partai yang dicap sebagai partai Orba ini tetap eksis, walaupun mengalami penurunan pemilih. Namun massanya tetap setia, tanpa memandang siapa yang menjadi ketua umumnya. Lalu bagaimana dengan PKS, setali tiga uang. Ketika Ketua Umumnya (mereka menyebutnya sebagai Presiden PKS) saat itu terkena kasus korupsi, maka basis partai ini tetap kuat.

Hal ini dapat kita bandingkan dengan beberapa partai besar lainnya seperti Gerindra (Prabowo), PDI Perjuangan (Megawati Sukarnoputri), Nasdem (Surya Paloh), Hanura (Wiranto), Demokrat (SBY).

Upaya pengkaderan terus dilakukan oleh partai-partai ini, namun tetap saja stigma pemilih tetap mengkaitkan hubungan partai tersebut dengan figur.

PDI Perjuangan
Partai ini sebenarnya lahir dari perjuangan Megawati dalam mempertahankan Partai Nasionalis yang berakar dari partai yang didirikan oleh ayahnya, Sang Proklamator, yaitu Partai Nasional Indonesia.
PDI Perjuangan tidak mungkin bisa lepas dari figur Megawati sendiri. Bahkan menurut survei yang saya lakukan, figur Megawati sendiri sudah lepas dari bayang-bayang figur Sukarno.
Saya sangat menunggu, apakah Megawati berani mencalonkan JOKOWI sebagai Calon Presiden 2014, karena jika benar hal ini terjadi, tentu saja ini akan mendobrak gaya politik PDI-P yang selama ini harus memiliki darah Sukarno.

Semua alur politik, khususnya PEMILU 2014, akan bergantung pada keputusan Megawati.

NEPOTISME
Seandainya mau jujur, saya sama sekali tidak punya masalah dengan nepotisme. Bahkan jika harus memilih orang untuk mengemban tugas tertentu, saya akan memilih keluarga saya, SELAMA DIA ADALAH ORANG YANG BERKOMPETEN.

Sebagai contoh, tidak masalah sebenarnya jika dulu Habibie mempromosikan anaknya untuk mengepalai PTPN (Perusahaan Pesawat Terbang), karena memang dia berkompeten untuk masalah ini. Yang jadi masalah adalah kalau pemilihannya dilakukan tanpa dasar kompetensi.


Apple
Banyak orang yang berdecak kagum dengan kelihaian Steve Jobs dalam menciptakan inovasi. Tapi bagi saya, ada yang lebih besar dari sekedar penciptaan inovasi, yaitu penciptaan kader, bagaimana dia mempersiapkan Tim Cook untuk meneruskan Apple.
Setelah meninggalnya Jobs, Apple sampai saat ini masih bisa terus bertahan.

Organisasi yang baik sekali lagi harus mampu melepaskan dirinya dari figur yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar